PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH
PPnBM merupakan jenis pajak yang
merupakan satu paket dalam Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai. Namun
demikian, mekanisme pengenaan PPnBM ini sedikit berbeda dengan PPN. Berdasarkan
Pasal 5 Ayat (1) Undang-undang PPN, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dikenakan
terhadap :
- Penyerahan BKP yang tergolong
Mewah yang dilakukan oleh Pengusaha yang menghasilkan BKP yang tergolong
Mewah tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya.
- Impor BKP yang tergolong Mewah
Dengan demikian, PPnBM hanya
dikenakan pada saat penyerahan BKP Mewah oleh pabrikan (pengusaha yang
menghasilkan) dan pada saat impor BKP Mewah. PPnBM tidak dikenakan lagi pada
rantai penjualan setelah itu. Adapun pihak yang memungut PPnBM tentu saja
pabrikan BKP Mewah pada saat melakukan penyerahan atau penjualan BKP Mewah.
Sementara itu, PPnBM atas impor BKP mewah dilunasi oleh importir berbarengan
dengan pembayaran PPN impor dan PPh Pasal 22 Impor.
Dasar Pertimbangan Pengenaan PPn BM
- Perlu keseimbangan pembebanan
pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dan konsumen yang
berpenghasilan tinggi.
- Perlu adanya pengendalian pola
konsumsi atas BKP yang tergolong mewah
- Perlu adanya perlindungan
terhadap produsen kecuali atau tradisional
- Perlu untuk mengamankan
penerimaan negara
Maka atas penyerahan BKP yang
tergolong mewah oleh produsen atau impor BKP yang tergolong Mewah, disamping
dikenakan Pajak Pertambahan Nilai ( PPN ) juga dikenakan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah ( PPn BM ).
Batasan suatu barang termasuk BKP
yang tergolong mewah adalah
- Barang tersebut bukan merupakan
barang kebutuhan pokok
- Barang tersebut dikonsumsi oleh
masyarakat tertentu
- Pada umumnya barang tersebut
dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi dan atau
- Barang tersebut dikonsumsi
untuk menunjukkan status;
DASAR
PENGENAAN PAJAK
Yg menjadi dasar pengenaan pajak
diantaranya :
- Harga jual
- Penggantian
- Nilai impor
- Nilai ekspor
- Nilai lain yang ditetapkan
dengan keputusan menteri keuangan
Harga jual adalah : nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang
diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang1984
PPN ini dan potongan pajak yang dicantum kan dalam faktur pajak.
Penggantian adalah nilai berupa semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan JKP, tidak termasuk
pajak yang dipungut menurut Undang-undang PPN 1984 dan potongan harga yang
dicantumkan dalam faktur pajak.
Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan
bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan
dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk impor BKP, tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang PPN 1984.
Nilai Ekspor adalah nilai berupa uang, termasuk biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh ekspotir.
Penerapan DPP diatur dalam berbagai
peraturan pelaksanaan undang-undang sebagaimana berikut :
- Untuk penyerahan atau penjualan
BKP, yang menjadi DPP adalah jumlah harga jual.
- Untuk penyerahan JKP,
yang menjadi DPP adalah pengganti.
- Untuk impor, yang menjadi DPP
adalah nilai impor.
- Untuk ekspor, yang menjadi DPP
adalah nilai ekspor.
- Atas kegiatan membangun sendiri
bangunan permanen dengan luas 300 m2 atau lebih, yang dilakukan
oleh orang pribadi atau badan tidak dalam lingkungan perusahaan atau
pekerjaannya, DPP-nya adalah 40% dari jumlah biaya yang dikeluarkan untuk
membangun (tidak termasuk harga perolehan tanah).
- Untuk pemakaian sendiri BKP
dan/ atau JKP adalah Harga Jual ata penggantian setelah dikurangai
laba kotor.
- Untuk pemberian cuma – cuma BKP
dan/ atau JKP adalah harga Jual atau penggantian setelah dikirangi laba
kotor.
- Untuk penyerahan media rekaman
suara atau gambar, adalah perkiraan harga jual rata-rata.
- Dalam hal penyerahan film
cerita, adalah perkiraan hasil rata-rata perjudul film.
- Untuk penyerahan produk hasil
tembakau adalah sebesar harga jual eceran.
- Untuk persediaan BKP maupun
aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih
tersisa pada saat pembubaran perusahaan, DPP-nya adalah harga pasar wajar.
- Untuk penyerahan BKP dari pusat
ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan BKP antar cabang adalah
harga pokok penjualan atau harga perolehan.
- Untuk penyerahan BKP melalui
pedagang perantara adalah harga yang disepakati antara pedagang perantara
dengan pembeli.
- Untuk penyerahan BKP melalui
juru lelang adalah harga lelang.
- Untuk penyerahan jasa
pengiriman paket adalah 10% dari jumlah yang ditagih atau jumlah yang
seharusnya ditagih.
- Untuk penyerahan jasa biro
perjalanan atau pariwisata maupun jasa pengiriman paket, DPP-nya adalah
10% dari jumlah tagihan atau jumlah yang sebenarnya ditagih.
TARIF
- Tarif Pajak Pertambahan Nilai
Tarif PPN yang berlaku saat ini
adalah 10%. Sedangkan tarif PPN atas ekspor BKP 0%. Berdasarkan pertimbangan
perkembangan ekonomi dan atau peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan,
dengan peraturan pemerintah tarif PPN dapat diubah serendah-randahnya 5% dan
setinggi-tinggi nya 15% dengan tetap memakai prinsip tarif tunggal.
- Tarif Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah
Tarif pajak penjualan atas barang
mewah dapat ditetapkan dalam beberapa kelompok tarif, yaitu paling rendah 10 %,
dan paling tinggi 200 %. Ketentuan mengenai tarif kelompok Barang Kena Pajak
yang tergolong mewah yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan
Peraturan Pemerintah. Sedangkan ketentuan mengenai jenis Barang yang dikenai
Pajak Penjualan atas Barang Mewah diatur berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
Atas ekspor Barang Kena Pajak yang
tergolong mewah dikenai pajak dengan tarif 0 %. PPn BM yang telah dibayar atas
perolehan BKP yang tergolong mewah yang diekspor dapat diminta kembali.
Tarif PPn BM dikelompokan
menjadi
A. Kelompok
Berupa Kendaraan Bermotor
1.
10% :
1.Kendaraan bermotor untuk
pengangkutan 10-15 orang termasuk pengemudi dengan motor bakar nyala api dengan
semua kapasitas isi silinder.
2. Kendaraan bermotor untuk
pengangkutan kurang dari 10 orang termasuk pengemudi selain sedan dan station
wagon.
2. 20%
:
1. Kendaraan bermotor untuk
pengangkutan kurang dari 10 orang termasuk pengemudi selain sedan atau station
wagon, bahan bakar nyala api dengan sistem 1 gandar penggerak (4×2),
dengan kapasitas isi silinder tidak lebih dari 1500 cc.
2. Kendaraan bermotor dengan kabin
ganda dalam bentuk kendaraan bak terbuka atau bak tertutup, dengan penumpang
lebih dari 3 orang termasuk pengemudi, bahan bakar cetus api, sistem 1
gandar penggerak (4×2) atau dengan sistem 2 gandar penggerak (4×4) dengan semua
kapasitas silinder, dengan masa total tidak lebih dari 5 ton.
3. 30% adalah kendaraan bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10
orang termasuk pengemudi, berupa :
1. Keadaan bermotor sedan atau
station wargon dengan motor bakar cetus api dengan kapasitas isi silinder
sampai dengan 1500 cc.
2. Kendaraan bermotor selain sedan
dan atau station wagon dengan motor bakar cetus api dengan system 2 gandar
penggerak (4×4), dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 1500 cc.
4. 40% adalah kendaraan
bermotor untuk pengangkutan kurang dari 10 orang termasuk pengemudi, berupa:
1. Kendaraan bermotor selain sedan
atau station wagon dengan motor bakar cetus api dengan sistem 1 gandar
penggerak (4×2) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 1500 cc sampai dengan
3000 cc.
2. Kendaraan bermotor dengan motor
bakar cetus api berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station
wagon dengan system 2 gandar (4×4) dengan kapasitas isi silinder lebih dari
1500 cc – 3000 cc.
3. Kendaraan bermotor dengan motor
bakar nyala kompresi, berupa sedan dan atau station wagon dan selain sedan atau
station wagon dengan sistem 2 gandar penggerak (4×4) dengan kapasitas isi
silinder lebih dari 1500 cc – 2500 cc.
5. 50% adalah semua jenis
kendaraan khusus yang dibuat untuk golf.
6. 60% :
1. Kendaraan bermotor beroda dua
dengan kapasitas isi silindernya lebih dari 250 cc – 500 cc.
2. Kendaraan khusus yang dibuat
untuk perjalanan di atas salju, di pantai, di gunung, dan kendaraan semacam
itu.
7.
75% :
1. Kendaraan bermotor untuk
pengangkutan kurang dari 10 orang temasuk pengemudi, dengan motor cetus api,
berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station wagon dengan
sistem 1 gandar penggerak (4×2) atau dengan sistem 2 gandar penggerak (4×4)
dengan kapasitas isi silinder lebih dari 3000 cc.
2. Kendaraan bermotor untuk
pengangkutan kurang dari 10 orang termasuk pengemudi, dengan motor bakar nyala
api, berupa sedan atau station wagon dan selain sedan atau station wagon sistem
1 gandar penggerak (4×2) dengan kapasitas isi silinder lebih dari 2500 cc.
3. Kendaraan bermotor beroda 2
dengan kapasitas isi silinder lebih dari 500 cc.
4. Trailer, semi trailer dari tipe
caravan untuk perumahan atau kemah.
B. Kelompok
Selain Kendaraan Bermotor
Kelompok barang kena pajak yang
tergolong mewah yang berupa selain kendaraan bermotor yang dikenakan pajak
penjualan atas barang mewah dengan tarif sebesar :
- 1.
10 %
- Kelompok alat rumah tangga,
pesawat pendingin, pesawat pemanas, dan pesawat penerima siaran televisi.
- Kelompok peralatan dan
perlengkapan olahraga dan
- Kelompok mesin pengatur suhu
udara
- Kelompok alat fotografi,
alat sinematografi dan perlengkapannya.
- 2.
20%
- Kelompok alat rumah tangga
- Kelompok hunian mewah
- Kelompok pesawat penerima
siaran televisi
- Kelompok mesin pengatur suhu
udara
- 3.
30%
- Kelompok kapal
- Kelompok peralatan dan
perlengkapan olahraga selain yang disebut dikelompok tarif 10%
- 4.
40%
- Kelompok minuman yang
mengandung alkohol
- Kelompok yang terbuat dari
kulit atau kulit tiruan
- Kelompok permadani yang
terbuat dari sutera
- Kelompok barang kaca
- Kelompok barang yang seluruh
nya tau sebagian terbuat dari logam
- 5.
50%
- Kelompok permadani ysng
terbuat dari kulit hewan
- Kelompok pesawat udara
- Kelompok perlengkapan olah
raga selain yang disebut kan dalam kelpk 10% dan 30%
- Kelompok senjata api
- 6.
75%
- Kelompok minuman yang
mengandung alkohol selain yang disebut kan dalam tarif 40%
- Kelompok barang yang
terbuat dari batu mulia
- Kelompok pasar pesiar mewah
Mekanisme
Pengenaan PPN
Mekanisme pengenaan PPN dapat
digambarkan sbb :
- Pada saat membeli/memperoleh
BKP/JKP, akan dipungut PPN oleh PKP penjual.
Bagi pembeli, PPN yang dipungut oleh
PKP penjual merupakan pembayaran pajak di muka atau disebut Pajak Masukan.
Pembeli berhak menerima bukti pemungutan berupa faktur pajak.
- Pada saat menjual/menyerahkan
BKP/JKP kepada pihak lain, wajib memungut PPN.
Bagi penjual, PPN tersebut merupakan
Pajak Keluaran. Sebagai bukti telah memungut PPN, PKP penjual wajib
membuat faktur.
- Apabila dalam suatu masa pajak
(jangka waktu yang lamanya sama dengan satu bulan takwin) jumlah Pajak
Keluaran lebih besar dari pada jumlah Pajak Masukan, selisihnya harus
disetorkan ke kas negara.
- Apabila dalam suatu masa pajak
jumlah Pajak Keluaran lebih kecil daripada Pajak Masukan, selisihnya dapat
diretitusi (diminta kembali) atau dikompensasi ke masa pajak berikutnya.
- Pelaporan penghitungan PPN
dilakukan setiap masa pajak dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN).
Contoh :
Sepanjang bulan Maret 2006, PT ABC
mempunyai transaksi sbb :
- Membeli BB seharga Rp.
100.000.000 (dipungut PPN sebesar Rp. 10.000.000
- Membeli B. Penolong seharga Rp.
40.000.000 (dipungut PPN sebesar Rp. 4.000.000
- Menjual produknya seharga Rp.
200.000.000 (memungut PPN sebesar Rp. 20.000.000.
Perhitungan PPn :
Jumlah pajak
keluaran
20.000.000
Jumlah pajak
masukan
14.000.000
PPn kurang
bayar
6.000.000
Jumlah PPn kurang bayar sebesar Rp.
6.000.000 ini harus disetor kan ke kas negara.
CARA
MENGHITUNG PPN
CONTOH :
Pengusaha Kena Pajak “A” menjual
tunai BKP kepada pengusaha kena pajak “B” dengan Harga jual Rp. 25.000.000,PPN
terutang :
10% X 25.000.000 =Rp. 2.500.000
PPN sebesar Rp 2.500.000 itu
merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak “A”. Sedangkan
bagi Pengusaha Kena Pajak “B”, PPN tersebut merupakan Pajak Masukan.
CARA
MENGHITUNG PPn BM
Contoh:
PKP “ABC” sebagai pabrikan
menyerahkan barang hasil produksinyadengan harga jual Rp 10.000.000,00. Barang
tersebut merupakan BKP yang Tergolong Mewah dengan tarif PPn BM sebesar 40%.
Penghitungan pajak yang harus dipungut adalah sebagai berikut:
PPN
= 10% x Rp 10.000.000,00
= Rp 1.000.000,00
PPn BM
= 40% x Rp 10.000.000,00
= Rp 4.000.000,00
SAAT
TERUTANG PAJAK
- Penyerahan BKP atau JKP
- Impor BKP
- Pemanfaatan BKP tidak berwujud
dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean
- Pemanfaatan JKP dari Luar
Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean
- Ekspor BKP Berwujud
- Ekspor BKP Tidak Berwujud
- Ekspor JKP
- Pembayaran, pembayaran diterima
sebelum penyerahan JKP atau dalam hal pembayaran dilakukan sebelum dimulainya
pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean.
Secara rincinya, saat terutangnya
pajak adalah sebagai berikut:
- Terutangnya Pajak atas
penyerahan BKP berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa barang
bergerak, terjadi pada saat BKP tersebut diserahkan secara langsung atau
kepada pembeli atau pihak ketiga untuk dan atas nama pembeli.
- Terutangnya Pajak atas
penyerahan BKP berwujud yang menurut sifat atau hukumnya berupa
barang bergerak, terjadi pada saat penyerahan hak untuk menggunakan atau
menguasai BKP tersebut.
- Terutangnya pajak atas
penyerahan BKP tidak berwujud oleh pengusaha kena pajak, adalah pada saat
yang terjadi lebih dahulu.
- Terutangnya pajak atas
penyerahan JKP, terjadi pada saat mulai tersedianya fasilitas atau kemudahan
untuk dipakai secara nyata.
- Terutanfnya pajak atas impor
BKP terjadi pada saat BKP tersebut dimasukkan ke Dalam Daerah Pabean.
- Terutangnya pajak atas Ekspor
BKP, terjadi pada saat BKP dikeluarkan dari Daerah Pabean.
- Terutangnya Pajak atas Aktiva yang
menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan.
- Terutangnya Pajak atas
penyerahan Barang Kena Pajak
TEMPAT
TERUTANG PAJAK
- Untuk Penyerahan BKP/JKP :
a. Tempat tinggal
b. Tempat kedudukan
c. Tempat kegiatan usaha
- Untuk impor, terutanngya pajak terjadi
di tempat Barang Kena Pajak dimasukkan dan dipungut melalui direktorat
Jenderal Bea Cukai.
- Untuk pemanfaatan BKP tidak
berwujud dan atau JKP dari luar Daerah Pabean , di didalam Daerah Pabean
terutang pajak di tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat
kegiatan usaha.
- Untuk kegiatan membangun
sendiri oleh PKP yang dilakukan tidak dalam lingkungan perusahaan atau
pekerjaannya atau oleh bukan PKP, di tempat bangunan tersebut didirikan.
- Tempat lain yang ditetapkan
dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.
Faktur
Pajak
Faktur pajak adalah bukti
pungutan pajak yang di buat oleh pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan
BKP atau penyerahan JKP.
Faktur pajak dibuat pada:
- Saat penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak,
- Saat penerimaan pembayaran
dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau sebelum Penyerahan Jasa Kena Pajak,
- Saat penerimaaan pembayaran
termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan
- Saat lain yang diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
Dalam faktur pajak harus dicantumkan
keterangan tentang penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang paling sedikit
memuat:
- Nama, alamat dan NPWP yang
menyerahkan BKP atau JKP
- Nama, alamat, dan NPWP pembeli
BKP atau penerima JKP
- Jenis barang atau jasa , jumlah
Harga jual atau penggantian, dan potongan harga
- Kode, nomor, seri, dan tanggal
pembuatan faktur pajak,
- Nama dan tanda yang berhak
menandatangani faktur pajak
Faktur pajak harus dibuat pada :
- Saat penyerahan Barang Kena
Pajak dan/atau saat penyerahan Jasa Kena Pajak.
- Saat penerimaan pembayaran
dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena
pajak dan/atau sebelum penyerahan sebagaian tahap pekerjaan
- Untuk faktur pajak gabungan
harus di buat paling lama pada akhir penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau
jasa kena pajak,
- Saat lain yang diatur dengan
atau berdasarkan peraturan menteri keuangan tersendiri.
- Saat penerimaan pembayaran
termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan
MEKANISME
KREDIT PAJAK
Pembeli barang kena pajak, penerima
jasa kena pajak, pengimpor barang kena pajak, pihak yang memanfaatkan barang
kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean, atau pihak yang memanfaatkan
jasa kena pajak dari luar daerah pabean wajib membayar pajak pertambahan nilai
dan berhak menerima bukti pungutan pajak. Pajak pertambahan nilai merupakan
pajak masukan bagi pembeli Barang Kena Pajak, penerima jasa kena pajak,
pengimpor barang kena pajak, pihak yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak
Berwujud dari luar daerah pabean atau pihak memanfaatkan jasak kena pajak dari
luar daerah pabean yang berstatus sebagai pengusaha kena pajak.
Pajak masukan yang wajib di bayar
tersebut oleh pengusaha kena pajak dapat di kreditkan dengan pajak keluaran
yang di pungutnya dalam masa pajak yang sama. Pajak masukan yang dapat di
kreditkan tapi belum di kreditkan dengan pajak keluaran pada masa pajak yang
sama , dapat di kredtkan pada masa pajak berikutnya palin lama tiga bulan
setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan sebelum di bebankan sebagai
biaya dan belum di lakukan pemeriksaan.
Apabila dalam suatu masa pajak ,
pajak keluaran lebih besar daripada pajak masukan yang dapat dikreditkan, maka
selisihnya merupakan PPn yang harus di setorkan oleh PKP ke kas nrgara yang
Paling lama akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir dan sebelum
surat pemberitahuan Masa PPN di sampaikan. Sedangkan apabila dalam suatu masa
pajak, pajak masukan yang dapat di kreditkan lebih besar dari pada pajak keluarannnya,
maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dimintakan kembali
(restitusi) atau di kompensasikan pada masa pajak berikutnya.
Contoh:
Di sebuah perusahaan terdapat
kegiatan sebagai berikut
- Membeli bahan baku dan
lain-lain dari pabrikan Rp.100.000.000,-
- Meneyerahkan hasil produksi
dengan harga jual Rp.60.000.000,-
Pajak masukan yang dipungut oleh PKP
lain adalah sebesar:
10% x Rp 100.000.000,00 = Rp
10.000.000.,00
Pajak keluaran yang dipungut:
10% x Rp 60.000.000,00 = Rp
6.000.000,00
PPn yang lebih masa pajak yang
bersangkutan:
Rp 10.000.000,00 – Rp 6.000.000,00
= Rp 4.000.000,00
Kelebihan tersebut dapat di
kompensasikan pada masa pajak berikutnya atau diminta kembali (restitusi).
PAJAK
MASUKAN YANG TIDAK DAPAT DI SETORKAN
Pajak masukan pada dasarnya dapat
dikreditkan terhadap pajak keluaran. Akan tetapi tidak semua pajak masukan
dapat di kreditkan. Pajak masukan yang tidak dapat di kreditkan adalah pajak
masukan bagi pengeluaran untuk:
- Perolehan BKP/JKP sebelum
pengusaha dikukuhkan sebagai PKP
- Perolehan BKP/JKP yang tidak
mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha.
- Perolehan dan pemeliharaan
kendaraan bermotor sedan dan station wagon, kecuali merupakan barag
dagangan atau di sewakan.
- Pemanfaatan BKP tidak berwujud
atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean sebelum pengusaha di kukuhkan
sebagai PKP.
- Perolahan bKP atau JKP yang
faktur pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal
13 ayat (5) atau ayat (9) UU PPN 1984 atau tidak mencantumkan
nama, alamat, dan NPWP pembeli BKP atau penerima JKP.
- Pemanfaatn BKP Tidak Berwujud
atau pemanfaat JKP dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak
memenuhi ketentuan sebagai mana dimaksud dalam Pasal 13 ayat 6 UU PPN 1984
- Perolehan BKP atau JKP yang
Paak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak
- Perolehan BKP atau JKP yang
Pajak Masukannya tidk di laporkan dalam SPT Masa PPN, yang di temukan pada
waktu di lakukan pemeriksaan.
- Perolehan BKP selain barang
modal atau JKP sebelum BKP berproduksi.
- Pajak masukan yang dibayar
untuk perolehan Barang Kena Pajak dan atau Perolehan Jasa Kena pajak
yang atas penyerahannya di bebaskan dari pengennan pajak Pertambahan
Nilai.
- Berkenaan dengan kegiatan
membangun Sendiri.
Penyerahan
Kepada Pemungut PPN
Pengertian Pemungut PPN menurut
Undang-undang PPN 1984 adalah Bendaharawan pemerintah, badan atau instansi
pemerintah yang ditunjuk oleh mentri keuangan untuk memungut dan melaporkan
pajak yang terhutang oleh pengusaha kena pajak atas penyerahan BKP dana atau
penyerahan JKP kepada bendaharawan pemerintah, badan atau instansi pemerintahan
tersebut.
Berdasarkan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003 tanggal 24 Desember 2003, Pemungut PPN adalah Bendaharawan
Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara (KPKN). Bendaharawan
Pemerintah adalah Bendaharawan atau Pejabat yang melakukan pembayaran yang
dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah, yang terdiri dari Bendaharawan Pemerintah Pusat
dan Daerah baik Propinsi, Kabupaten, atau Kota. (UU PPN baru)
Sementara itu pihak penjual disebut
sebagai Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah yaitu Pengusaha Kena Pajak yang
melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada
Bendaharawan Pemerintah atau Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.
PPN dan PPn BM tidak dipungut dalam
Hal :
- pembayaran yang jumlahnya
paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan tidak merupakan
pembayaran yang terpecah-pecah;
- pembayaran untuk pembebasan
tanah;
- pembayaran atas penyerahan
Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang menurut ketentuan
perundang-undangan yang berlaku, mendapat fasilitas Pajak Pertambahan
Nilai tidak dipungut dan/atau dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai;
- Pembayaran atas penyerahan
Bahan Bakar Minyak dan Bukan Bahan Bakar Minyak oleh PT (PERSERO)
PERTAMINA;
- pembayaran atas rekening
telepon;
- pembayaran atas jasa angkutan
udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan; atau
- Pembayaran lainnya untuk
penyerahan barang atau jasa yang menurut ketentuan Perundang-undangan yang
berlaku tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.
Tata Cara
Pemungutan
- Dasar Pemungutan
Dasar pemungutan PPN dan PPn BM
adalah jumlah pembayaran yang dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah atau
jumlah pembayaran yang dilakukan oleh KPKN sebagaimana tersebut dalam SPM.
- Jumlah atau PPn BM yang
dipungut
- Dalam hal penyerahan BKP/JKP
hanya terutang PPN (tidak terutang PPn BM) dan Nilai kontrak/jumlah
pembayaran termasuk PPN, maka jumlah PPN yang dipungut adalah 10/110
bagian dari jumlah pembayaran.
Contoh :
Jumlah pembayaran
: 11.000.000
Dasar Pengenaan Pajak (10/110 x
11.000.000) : 10.000.000
PPN (10/110 x
11.000.000) :
1.000.000
b. Dalam hal
penyerahan BKP yang tergolong mewah dari pengusaha yang menghasilkan BKP yang
tergolong mewah tersebut, di samping terutang PPN juga terutang PPn BM, maka
jumlah PPN dan PPn BM yang dipungut adalah sebagai berikut :
Dalam hal terutang PPn BM sebesar
20%, maka jumlah PPN yang dipungut sebesar 10/130 bagian dari jumlah pembayaran
sedangkan jumlah PPn BM yang dipungut sebesar 20/130 bagian dari jumlah
pembayaran.
Contoh : PPn BM dengan tarif 20%
Jumlah pembayaran / Nilai
kontrak
: 13.000.000
Dasar Pengenaan Pajak (100/130 x
13.000.000) : 10.000.000
PPN (10/130 x 13.000.000)
: 1.000.000
Jumlah PPn BM yang dipungut
:
Jumlah pembayaran / Nilai
kontrak
: 13.000.000
Dasar Pengenaan Pajak (100/130 x
13.000.000) : 10.000.000
PPnBM (20/130 x 13.000.000)
: 2.000.000
c. Dalam hal
pembayaran berjumlah paling banyak Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan tidak
merupakan jumlah yang terpecah-pecah, maka PPN dan PPn BM tidak perlu dipungut
oleh Bendaharawan Pemerintah. Batas jumlah pembayaran sebesar Rp.1.000.000,00 tersebut
hendaknya diartikan termasuk PPN dan PPn BM.
Contoh 1 :
Harga Jual
: 900.000
PPN (10 % x
900.000)
: 90.000
PPnBM (20 % x 900.000)
: 180.000
Harga Jual termasuk PPN dan PPn
BM
: 1.170.000
Meskipun Harga Jual 900.0000 tetapi
karena pembayaran termasuk PPN dan PPn BM berjumlah 1.170.000, (di atas
1.000.000), maka PPN dan PPn BM yang terutang harus dipungut oleh Bendaharawan
Pemerintah atau KPKN.
Contoh 2 :
Harga Jual
: 800.000
PPN (10 % x 800.000)
: 80.000
PPnBM (10 % x 800.000)
: 80.000
Harga Jual termasuk PPN dan PPn
BM : 960.000
Karena Harga Jual termasuk PPN dan
PPn BM berjumlah 960.000 (kurang dari 1.000.000), maka PPN dan PPn BM yang
terutang tidak perlu dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah dan KPKN, tetapi
harus dipungut dan disetor oleh PKP Rekanan Pemerintah, dan Faktur Pajak tetap
harus dibuat.
- Tata Cara Pemungutan dan
Penyetoran
a.
PKP rekanan Pemerintah membuat Faktur Pajak dan SSP pada saat menyampaikan
tagihan kepada Bendaharawan Pemerintah baik untuk sebagian maupun seluruh
pembayaran.
b.
Dalam hal penyerahan BKP tersebut terutang PPnBM maka PKP rekanan Pemerintah
mencantumkan jumlah PPnBM yang terutang pada Faktur Pajak.
c.
Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf a dibuat dalam rangkap 3 (tiga) :
-
Lembar ke-1 untuk Bendaharawan Pemerintah
-
Lembar ke-2 untuk arsip PKP rekanan Pemerintah
-
Lembar ke-3 untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui Bendaharawan Pemerintah
d.
SSP sebagaimana dimaksud dalam huruf a dibuat dalam rangkap 5 (lima) setelah
PPN atau PPN dan PPnBM disetor di Bank Persepsi atau Kantor Pos, lembar-lembar
SSP tersebut diperuntukkan sebagai berikut :
-
Lembar ke-1 untuk PKP rekanan Pemerintah.
-
Lembar ke-2 untuk Kantor Pelayanan Pajak melalui KPKN.
-
Lembar ke-3 untuk PKP rekanan Pemerintah dilampirkan pada SPT Masa PPN.
-
Lembar ke-4 untuk Bank Persepsi atau Kantor Pos.
-
Lembar ke-5 untuk pertinggal Pemungut PPN.
e.
Pada setiap lembar Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf c oleh
Bendaharawan
Pemerintah yang melakukan pemungutan wajib dibubuhi cap "Disetor tanggal
.........................." dan ditandatangani oleh Bendaharawan
Pemerintah.
f.
Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran PPN atau PPN dan
PPn BM.
PPN ATAS
KEGIATAN MEMBANGUN SENDIRI
Yang dimaksud dengan kegiatan
membangun sendiri adalah kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam
kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya
digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.
Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
Pajak Pertambahan Nilai terutang
atas kegiatan membangun sendiri dihitung dengan cara mengalikan tarif 10%
dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Besarnya DPP adalah 40% dari jumlah biaya
yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak
termasuk harga perolehan tanah.
Dengan demikian, tarif efektifnya
adalah 40% dari jumlah biaya yang dibayarkan dan/atau dikeluarkan.
Contoh :
Tuan Budi melakukan kegiatan
membangun sendiri bangunan dengan luas 400 m2 yang akan digunakan
sebagai rumah tinggal. Seluruh biaya yang dikeluarkan pada bulan april 2010
(diluar pembelian tanah) adalah sebesar Rp 50.000.000,- PPN yang harus
disetorkan adalah :
PPN = (Rp
50.000.000,- x 40%) x 10%
= Rp 20.000.000,- x 10%
= Rp 2.000.000,-
Catatan: Pajak masukan yang
harus dibayar sehubungan dengan kegiatan membangun sendiri tidak dapat
dikreditkan.
Saat dan Tempat Terhutang PPN
Saat terutangnya PPN atas kegiatan
membangun sendiri terjadi pada saat mulai dibangunnya bangunan. Kegiatan
membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap merupakan satu
kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan-tahapan tersebut
tidak lebih dari 2 (dua) tahun.
Tempat PPN terutang atas kegiatan
membangun sendiri adalah di tempat bangunan tersebut didirikan.